Rabu, 21 Maret 2012

Bentrok oleh Mahasiswa Tidak Perlu


Laporan Wartawan Tribun Jogja, Susilo Wahid Nugroho
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Para pendemo terlibat bentrok dengan aparat kepolisian di wilayah perempatan UIN Sunan Klijaga, Yogyakarta, Senin (19/3/2012). Awalnya aksi berjalan damai, tetapi ketika massa mulai membakar ban di tengah jalan perempatan UIN, bentrok pun akhirnya pecah.
Aparat kepolisian berusaha memadamkan api dan membubarkan masa dengan menggunakan  water canon. Merasa tidak terima, massa yang tergabung dalam  Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) tersebut melempari petugas kepolisian dengan batu.
Bentrokan pun tak dapat dihindari. Massa terus menerus melempari polisi dengan batu. Polisi terus mengejar para pendemo. Bentrok masih terjadi ketika berita ini ditulis, Senin siang. (*)

Editor: Yulis Sulistyawan  |  Sumber: Tribun Jogja

Para aktivis mahasiswa yang bentrok dengan polisi, di seputar kampus UIN Yogyakarta, Senin  

Membaca berita ini dan mendengar dari beberapa teman tentang kejadian bentrok mahasiswa dengan aparat kepolisian baru-baru ini di Yogyakarta membuat saya merasa "aneh", sebagai mahasiswa saya merasa hal ini seharusnya tidak perlu terjadi, jika mau demo lakukanlah dengan damai tanpa harus membuat kerusakan, merusak diri, merusak kampus, dan merusak fasilitas umum. Semoga ini tak terulang lagi, saya ingin berkomentar:

Bentrokan yang terjadi pada mahasiswa adalah isu lama yang tak pernah selesai sampai sekarang. Mahasiswa yang selama ini diharapkan menjadi penjaga nilai-nilai moral dalam masyarakat, justru merusaknya dengan tindakan-tindakan anarkis. Sungguh ironis. Mahasiswa yang mendapat predikat kaum intelektual ternyata tak mencerminkan etika intelektualnya dalam tindakan nyata.
Mahasiswa sebagai aktor intelektual, seharusnya mencerminkan sikap seorang akademisi dalam bertindak di tengah-tengah masyarakat. Ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan harus dijadikan pijakan dalam menyikapi segala persoalan. Karena, jika mahasiswa tidak mencerminkan sikap akademisi dan intelektual, maka sesungguhnya itu telah menciderai dirinya sendiri sebagai mahasiswa dan perguruan tinggi sebagai wadah pencetak mahasiswa. 
Bentuk aksi anarkis mahasiswa
Dunia perguruan tinggi benar-benar terancam. Eksistensinya mulai dipertanyakan ulang oleh masyarakat luas. Perguruan tinggi yang seharusnya menjadi kawah candradimuka bagi mahasiswa, agar menjadi pemimpin masa depan yang tangguh, telah berubah menjadi pabrik penghasil kaum anarkis. Kepercayaan masyarakat akan peran perguruan tinggi pun semakin memudar.
Perguruan tinggi seharusnya mampu melahirkan generasi yang unggul dan berkualitas. Selain itu, juga harus melaksanakan fungsi dan tanggungjawabnya sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Yaitu melakukan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian pada masyarakat.
Bentuk aksi anarkis mahasiswa 

Pada umumnya, tindakan anarkis, apa pun bentuknya, siapa pun pelakunya dan apa pun motifnya, adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Anarkis adalah tindakan perusak dan itu tentu tidak patut dilakukan oleh siapa pun. Apalagi oleh mahasiswa, generasi yang diharapkan menjadi calon pemimpin masa depan dan sekaligus penerus estafet kepemimpinan bangsa. Sungguh tidak pantas.

Akan tetapi, kenyataan di lapangan sangat berbeda. Hampir setiap aksi yang dilakukan oleh mahasiswa selalu diwarnai tindakan anarkisme. Akibatnya, masyarakat menjadi bosan dan cenderung apatis dengan aksi mahasiswa. Padahal, sesungguhnya aksi yang dilakukan itu adalah untuk kepentingan masyarakat (rakyat). 
Stigma negatif masyarakat terhadap mahasiswa tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Masyarakat telah jenuh karena terlalu sering melihat mahasiswa bentrok, mahasiswa berkelahi, membakar gedung, saling serang dan tindakan-tindakan lain yang tidak sepatutnya dilakukan.
Wahai mahasiswa!! Kita pemimpin bangsa selanjutnya....lakukan yang terbaik untuk bangsa dan negara tanpa harus "merusaknya" dengan tindakan-tindakan kita...jangan mudah dipengaruhi...Hidup Mahasiswa Indonesia!

Tidak ada komentar: