Tahun ini UGM akan menyelenggarakan sebuah perhelatan lima tahun
sekali untuk memilih rektor yang baru. Rektor UGM Prof. Ir. Sudjarwadi,
M. Eng. Ph. D. harus mengakhiri status jabatannya pada Mei 2012.
Berdasarkan Anggaran Rumah Tangga (ART) UGM November 2003, proses
pemilihan rektor (pilrek) dilaksanakan selambat-lambatnya tiga bulan
sebelum masa jabatan rektor berakhir. “Proses pilrek tahun ini akan
dimulai pada bulan Maret dan diakhiri pada bulan Mei dengan menetapkan
rektor yang baru,” ujar Dr. Ir. Didik Purwadi, M.EC. selaku Sekretaris
Majelis Wali Amanat (MWA) UGM.
MWA memiliki wewenang untuk menyelenggarakan pilrek. Hal ini
ditegaskan dalam PP No. 153 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa salah satu
tugas MWA adalah mengangkat dan memberhentikan rektor. Adapun anggota
MWA tersebut berjumlah dua puluh tiga orang yang terdiri atas Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan atau yang mewakili, masyarakat umum (Sri
Sultan Hamengku Buwono, tokoh masyarakat, dan alumni UGM), serta
masyarakat UGM (Rektor, wakil Senat Akademik (SA), wakil
fakultas-fakultas, wakil tenaga kependidikan, dan wakil mahasiswa).
Sementara itu dalam pilrek, MWA harus membentuk Panitia Ad Hoc terlebih dahulu. Namun, hingga berita ini diturunkan, Panitia Ad Hoc belum terbentuk. “Di tubuh MWA sendiri saat ini masih melakukan pergantian kepengurusan. Panita Ad Hoc akan dibentuk setelah pengurus MWA yang baru itu dilantik pada tanggal 1 Februari,” jelas Didik.
Berdasarkan ART UGM November 2003 pula disebutkan bahwa mekanisme
pilrek terdiri atas tiga tahapan, yaitu penjaringan bakal calon rektor,
pemilihan calon rektor, serta pemilihan dan penetapan rektor. Pada tahap
pertama, Panitia Ad Hoc yang beranggotakan unsur-unsur dari
MWA, SA, dan Majelis Guru Besar (MGB) melakukan penjaringan terhadap
bakal calon rektor yang telah terdaftar. Adapun bakal calon rektor
tersebut merupakan masyarakat UGM yang memenuhi kriteria tertentu dan
diajukan berdasarkan aspirasi warga universitas.
Bakal calon rektor yang telah terpilih kemudian dijaring kembali
untuk mendapatkan calon rektor. Calon rektor tersebut dipilih
berdasarkan pertimbangan dari SA dan MGB yang menghasilkan tiga calon
rektor terpilih. Kemudian, salah satu dari tiga calon rektor tersebut
akan dipilih menjadi rektor dalam rapat terbuka MWA. Berdasarkan PP No.
153 Tahun 2000, rektor dipilih melalui pemilihan suara dengan porsi
suara menteri sebesar 35% dari seluruh suara yang sah dan 65% sisanya
dibagi rata kepada setiap anggota MWA lainnya. 35% porsi suara menteri
itu sangat menentukan siapa yang akan menjadi rektor selanjutnya.
“Menteri tetap menjadi ‘dewa’. Kemana (suara: red) menteri mengalir,
disitulah kemenangan untuk rektor,” ujar Luthfi Hamzah Husin, wakil
mahasiswa di MWA.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.24 Tahun 2010
juga menyebutkan bahwa menteri memiliki 35% hak suara dari total
pemilih. Kondisi ini dinilai tidak adil bagi anggota MWA lainnya, salah
satunya Didik. Ia menyayangkan adanya porsi suara menteri yang terlalu
besar yang dianggap kurang demokratis.
Dengan porsi suara menteri yang cukup besar itu, menteri harus bisa
mendengarkan aspirasi civitas akademik UGM sehingga rektor yang terpilih
berasal dari aspirasi semua pihak. “Sekarang kita harus melihat
menterinya, semua itu tergantung menteri. Maka dari itu, menteri
hendaknya bisa membawa aspirasi dari berbagai pihak jelas Prof. Dr.
Jahja Muhaimin, mantan Menteri Pendidikan Nasional pada era Kabinet
Persatuan Nasional. Beliau menambahkan, MWA juga harus benar-benar
tanggap terhadap harapan para civitas akademik UGM sehingga aspirasi
dari berbagai pihak dapat terakomodasi.
Aspirasi terhadap rektor yang nantinya akan memimpin UGM juga muncul
dari mahasiswa. Mahasiswa merupakan bagian dari sistem pendidikan di
universitas. Akibatnya, segala peraturan yang ditetapkan oleh sistem itu
nantinya akan berimbas pada aktivitas mahasiswa di dalam kampus.
“Mahasiswa punya fungsi sentral bukan hanya sebagai penerima pendidikan
namun juga sebagai perumus pendidikan. Dengan mengadakan pemilihan
langsung, dimana seluruh mahasiswa terlibat saat pilrek, mahasiswa
diharapkan mampu melakukan kontrol dalam sistem tersebut,” ujar Sekjen
BEM KM Rabiah Aladwiyah. Selanjutnya, Rabiah juga menambahkan
“Seandainya mahasiswa ikut dilibatkan dalam pilrek, maka mahasiswa juga
punya tanggung jawab dalam pengguliran kebijakan rektorat.”
Di sisi lain, Jahja berpendapat bahwa pilrek langsung dianggap tidak
umum digunakan. Oleh karena itu, mahasiswa harus berusaha memercayakan
pilrek kepada MWA. “Di dalam tubuh MWA sendiri ‘kan sudah ada
perwakilan dari mahasiswa. Jadi, wakil mahasiswa itulah yang harus bisa
menampung harapan mahasiswa terkait pilrek,” tandas Jahja.
Hal senada juga diungkapkan oleh Luthfi bahwa kematangan dan
kedewasaan mahasiswa dalam berpolitik masih amburadul sehingga tidak
relevan jika mahasiswa memilih rektor secara langsung saat ini. Jika
pemilihan langsung itu dipaksakan, maka akan terbentuk praktik politik
yang hanya mengedepankan kepentingan golongannya. “Pemilihan langsung
tersebut nantinya malah akan membentuk suatu praktik politik
komunalisme,” jelas Luthfi.
Berdasarkan fakta tersebut, aspirasi mahasiswa dalam pilrek masih
dapat disalurkan melalui kedua perwakilan mahasiswa dalam MWA. “Walaupun
perwakilan mahasiswa dalam MWA hanya berjumlah dua orang, mahasiswa
masih memiliki legitimasi untuk membawa aspirasi mahasiswa dalam memilih
rektor nanti,” tutup Luthfi.
[Azis Rahmat Pratama, Nindias Nur Khalika, Yuliana Ratnasari]
Sumber: http://www.balairungpress.com/2012/01/menilik-dominasi-suara-menteri-dalam-pilrek-ugm/
Sumber: http://www.balairungpress.com/2012/01/menilik-dominasi-suara-menteri-dalam-pilrek-ugm/
My point of view:
coba bayangkan....suara menteri 35%, suara WMA yang beranggotakan 23 orang sebanyak 65%, sedangkan mahasiswa UGM yang jumlahnya ribuan hanya diwakilkan oleh dua orang dalam WMA, tetap saja Pilrek digenggaman menteri.
coba bayangkan....suara menteri 35%, suara WMA yang beranggotakan 23 orang sebanyak 65%, sedangkan mahasiswa UGM yang jumlahnya ribuan hanya diwakilkan oleh dua orang dalam WMA, tetap saja Pilrek digenggaman menteri.
Menteri benar-benar harus bijaksana dalam memilih, jangan sampai merugikan rakyat UGM.